Wednesday 28 January 2015

Pelajaran-Pelajaran dari Riset Aquaponikku

Oleh : Pak Indra Gunawan

Saya ingin berbagi beberapa hal yang saya rasa kalau diketahui akan membantu orang lain untuk tidak perlu lagi membayar harga mahal seperti yang kubayar untuk mempelajarinya. Ini pembelajaranku sendiri, kalau tidak setuju, silahkan posting baru lagi, jangan membuat comment-comment yang menjadikan dokumen ini ajang debat, apalagi dalam 24 jam saya akan menutup akun ini. Terima kasih.

1. Aquaponik itu pertanian bukan perikanan.
Sebuah paradigma yang penting adalah bahwa aquaponik itu adalah pertanian, dengan menggunakan ikan sebagai "motor" dari systemnya, atau mengutip dari Kang Wildan, "pahlawan" systemnya. Sampai ketika Pak Stephanus menampilkan ikannya dimasak, ada penggiat aquaponik veteran yang menulis "kejam". :D Kesalahan paling umum adalah menganggap aquaponik itu perikanan (aquaculture) dengan hasil sampingan sayur-sayuran. Itu kesalahan utamaku yang paling fatal. Sedemikian fatalnya sampai hampir saya kehilangan seluruh sistem, sampai saya dimarah-marahin oleh teman-teman di forum aquaponik internasional. Mengutip dari salah seorang "guru"ku yang punya pengalaman puluhan tahun aquaponik (diterjemahkan ke bahasa Indonesia) "Orang yang menganggap aquaponik itu adalah aquaculture (perikanan) dengan hasl sampingan sayur-sayuran adalah orang yang tidak pernah dan tidak akan pernah (never has and never will) melakukan aquaponik dengan berhasil dan stabil". Paradigma-nya yang harus dirubah, fokus utama dan paling besar haruslah pertanian, di mana ikan hanya merupakan motor dari pertanian tersebut. Kalau ingin berternak ikan (aquaculture) dengan efektif ada metoda-metoda yang jauh lebih gampang, lebih murah dan lebih efisien daripada aquaponik. Oleh karenanya, adalah tidak bijak kalau melakukan aquaponik hanya untuk berternak ikan. Karena aquaponik adalah pertanian juga, pengalaman jauh lebih berharga daripada segala teori. Saya berusaha mempelajari semua teori yang ada sebelum saya mulai beraquaponik, dan saya menemukan semua itu masih sangat kurang dibandingkan dengan pengalaman-pengalaman yang kemudian saya dapat, baik dari melakukannya sendiri maupun dari teman-teman yang veteran aquaponikers yang dengan sabar membagi ilmunya, baik yang dari dalam maupun luar negeri. Oleh karena itu, pendapat orang-orang seperti Pak Stepanus Nanang Dwianto, Pak Henri Witsong, Pak Widodo Sukardi dan Kang Fariz Nugraha itu yang paling harus dicermati. Semua teori akademis tanpa pengalaman praktek praktis aquaponik harus didekati dengan sangat hati-hati.


2. Untuk skala kebutuhan perumahan/hobby, aquaponik sangat sesuai untuk memenuhi kebutuhan sendiri, baik sayuran maupun protein hewani, tetapi aquaponik jauh lebih kompleks/rumit/menuntut perhatian daripada hidroponik. Adalah sangat salah kalau menganggap aquaponik bisa ditinggal begitu saja berhari-hari seperti yang bisa dilakukan dengan system hidroponik yang sama modernnya. Pada saat yang sama, telah dibuktikan memang pemakaian air sangat sedikit. Untuk target memperdaya rumah tangga miskin di daerah yang kurang air, di mana selalu ada anggota keluarga di rumah, aquaponik adalah sangat cocok.

3. Untuk skala hobby/perumahan, di mana semuanya dikerjakan sendiri, asalkan cermat dan mengerti yang harus dilakukan, aquaponik bisa lebih murah daripada hidroponik dalam operasional, meskipun akan jauh lebih mahal biaya rancang bangunnya. Ini dikarenakan tidak adanya biaya kerja (dikerjakan sendiri), dan bahan-bahan bisa diusahakan dari keadaan sekitarnya.

4. Bagi orang-orang yang jauh dari jalur distribusi, dan juga bagi orang-orang yang tidak ingin memakai bahan kimiawi, adalah BISA untuk beraquaponik tanpa bahan kimiawi, dengan syarat makanan ikan yang diberikan memenuhi semua unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman. Oleh karena itu, ikan-ikannya juga harus diberi makanan sayuran yang cukup untuk mengisi unsur Fe, seperti yang dilakukan oleh Kang Fariz Nugraha dan Bu Lily Ongah. Demikian juga pellet-nya harus mencukupi semua unsur-unsur kimia yang diperlukan, sehingga membutuhkan pellet yang berqualitas tinggi. Ini salah satu alasan kenapa mempergunakan aquaponik untuk fokus ke perikanan (aquaculture) adalah tidak bijak, karena kadangkala aquaculture tidak membutuhkan qualitas kompleks dari pellet sekomplit yang dibutuhkan di aquaponik.

5. Dengan melihat aquaponik sebagai proses biokimia (biochemical process), yang memang sebenarnyalah aquaponik itu, saya menerapkan pendidikanku (S1 Chemical and Material Engineering dari Auckland University of New Zealand, yang merupakan fakultas teknik kimia ke dua terbaik di belahan bumi bagian selatan waktu itu, S2 dari University of Idaho, USA) dan pengalamanku (project manager PT Pindo Deli 2, bernilai 1.25 milyar US dollar), saya melakukan perhitungan kasar untuk rancang bangun dan operasional dari farm aquaponik yang modern, tertutup, bersih dan sustainable (diperkirakan minimal 1000 m2). Untuk aquaponik secara komersial, biaya rancang bangunnya jauh lebih mahal daripada hidroponik (bisa dibulatkan ke USD 100,000 untuk aquaponik tanpa memperhitungkan biaya akuisisi tanahnya), dan biaya operasional juga akan lebih mahal kalau mau dilakukan secara optimal. Memang, bisa dibangun dan dijalankan dengan harga yang jauh lebih murah (Pak Henri Witsong pasti bisa), tapi dalam operasional tidak akan seoptimal rancangan yang saya pakai untuk menghitung, dan itu akan mempengaruhi hasil akhirnya juga. Selain itu, karena di hidroponik, EC (TDS/ppm) bisa disesuaikan dengan peningkatan kebutuhan menjelang panen, sedangkan itu tidak bisa dilakukan di aquaponik, tanaman hidroponik akan bisa lebih cepat dipanen atau kelihatan lebih bongsor (dan lebih cantik) daripada hasil aquaponik. Hal ini yang perlu dipertimbangkan oleh teman-teman yang mau melakukan aquaponik secara komersial seperti Kang Fariz Nugraha dan Pak Henri Witsong. Hasil aquaponik-nya harus mempunyai nilai marketing yang lebih tinggi (nilai jual yang lebih tinggi juga), kalau tidak kalian tidak akan mampu bersaing dengan hasil dari hidroponik dengan nilai investment dan nilai produksi yang lebih rendah. Nilai operasional yang lebih mahal dikarenakan masalah operasional yang lebih kompleks (kemungkinan mampet, flowrate yang berubah dan mengakibatkan kinerja siphon yang harus terus menerus diperhatikan, yang semuanya tidak ada di hidroponik) membutuhkan biaya karyawan yang lebih mahal karena membutuhkan karyawan-karyawan yang lebih "mampu berpikir", sedangkan biaya AB mix sebenarnya tidak lebih terlalu mahal seperti yang digembar-gemborkan orang, dan terkompensasikan dengan makanan ikan yang harus lebih kompleks dan bagus di aquaponik. Pada saat yang sama, nilai produksi ikan melakui aquaponik bisa dikalahkan dengan produksi ikan dengan metoda-metoda aquaculture lain yang lebih gampang, efisien dan lebih murah. Satu-satunya cara adalah menjual produk aquaponik lebih mahal, dengan membuat marketing yang lebih menarik pelanggan yang berani bayar lebih mahal, dan jujurnya itu tidak akan mudah meskipun perlu dilakukan.

Ini merupakan sebagian ringkasan dari laporan yang akan kubuat dan tidak bisa tersedia untuk publik (saya terikat dengan perjanjian dengan mereka), tetapi saya rasa ini akan memberi gambaran yang cukup untuk bisa dipakai teman-teman untuk menentukan ke mana hendaknya melangkah dalam beraquaponik. Saya harus mengatakan bahwa saya sangat senang melakukan eksperimen ini, dan memberikanku kepuasan tersendiri, yang tentunya jauh lebih mahal daripada nilai rupiahnya. Semoga bermanfaat.

No comments:

Post a Comment